DUNIA TANPA BATAS

Sang pemimpi

by genx | 01.21 in |

Trilogi, atau tetralogi tampaknya menjadi suatu obsesi yang ingin diwujudkan oleh banyak penulis untuk menjadi salah satu karya besarnya. Demikian juga dengan Andrea Hirata. "Laskar Pelangi" yang terbit September 2005 lalu ternyata adalah bagian pertama dari tetralogi "Laskar Pelangi". Karya seni pribadi yang dipersembahkan oleh Andrea Hirata untuk Belitong, pulau kecil kelahirannya nun di serambi Laut Cina Selatan.

"Sang Pemimpi", buku kedua dari tetralogi tersebut, telah diterbitkan bulan Juli 2006 ini. Masih oleh penerbit yang sama, Bentang. Tercetak dalam 292 halaman, hanya separuh tebalnya dari buku pertama.

Masa Remaja Ikal

Jika "Laskar Pelangi" terutama mengisahkan masa-masa kecil Ikal sejak hari pertama ia didaftarkan sekolah di SD Muhammadiyah, hingga ia lulus SMP. Maka "Sang Pemimpi" ini mengambil waktu sebagian besar pada masa Ikal bersekolah di SMA.

SMA Negeri satu2nya di Belitong, terletak di sebuah kota pelabuhan bernama Magai, 30 kilometer dari kampung Ikal. Mau tak mau Ikal harus merantau ke Magai. Bersama saudara sepupu jauhnya yang seumuran, Arai, dan seorang teman lain yang senasib bernama Jimbron, mereka bersekolah di tempat yang sama dan tinggal bersama di sebuah los kontrakan.

Untuk bisa tetap makan, mereka harus bekerja serabutan sepulang sekolah. Pekerjaan rutin yang sering mereka lakukan setiap hari adalah menjadi 'kuli ngambat'. Dengan modal sebilah bambu, dimulai pada pukul dua hingga pukul lima pagi, mereka mengangkut ikan dari perahu2 para nelayan ke pasar ikan. Setelah itu mereka harus buru2 pergi ke sekolah dengan tubuh yang masih berbau ikan pari.

Arai adalah anak yang cerdas, kreatif dan kadang liar, penuh dengan ide-ide nakal layaknya remaja. Jimbron meskipun gagap dan tidak terlalu cerdas, tetapi ia adalah anak yang ulet dan setia kawan.

Bertiga, mereka adalah para pemimpi. Karena masih punya mimpi lah mereka masih tetap bersemangat menjalani hidupnya yang berat. Baik itu mimpi tentang pencapaian masa depan, ataupun mimpi tentang lawan jenis. Selama masih bisa bermimpi, selama itulah masih ada harapan yang perlu diperjuangkan.

Seniman Kata-kata

Cerita tentang kebandelan dan keisengan mereka dituturkan dengan cukup kocak. Dijamin pembaca akan tersenyum-senyum kecil dan kemudian tertawa lepas pada bab-bab tertentu. Aku terpingkal-pingkal sendirian pada bagian ketika Mei mei berteriak "Dlakulaaaaaaa!!", atau ketika mereka bertiga dihukum menjadi tontonan di lapangan sekolah oleh Pak Mustar.

Sementara kisah yang mengharukan dituturkan pula dengan cara yang sangat menyentuh. Kisah masa kecil Arai dan Jimbron. Kisah tentang baju safari ayah Ikal. Kisah saat Ikal tidak sanggup bermimpi lagi. Juga kisah saat Jimbron dengan polos berucap, "Aku hanya ingin membuatnya tersenyum".

Andrea Hirata berhasil membuat pembaca larut dengan tokoh2 yang ada di buku ini. Pembaca akan melebur dalam emosi setiap tokoh. Ikut tertawa saat mereka bertingkah konyol, ikut berempati dengan kegetiran hidup mereka, dan berkaca-kaca dalam kejadian2 yang mengharukan.

Pada beberapa bagian, Andrea membuat deskripsi adegan yang sangat detil bahkan berkesan filmis. Saat mereka bertiga berlarian di pasar dikejar-kejar oleh Pak Mustar. Saat Arai dan Ikal berebut uang tabungan mereka di toko A Siong. Saat Ikal mengejar sepeda ayahnya. Juga saat Jimbron akhirnya mengalami sendiri apa yang selama ini diimpikan. Detilnya penggambaran adegan itu membuat kejadian tersebut terasa bagai dimainkan secara slow motion.

Ditambah lagi dengan paragraf2 yang berisi kalimat2 puitis untuk menggambarkan situasi yang tersebar disana-sini, melengkapi pertunjukan kemampuan Andrea Hirata sebagai penulis. Tulisannya bisa kocak sekonyol-konyolnya, bisa menyentuh mengharukan, bisa ilmiah hingga mendetil, bisa juga indah dan romantis. Pantaslah jika salah satu endorsement dalam novel ini menyatakan, "Andrea adalah seorang seniman kata-kata".

Membagi Tetralogi Berdasarkan Tokoh Teman

Sebagaimana Laskar Pelangi, buku ini juga ditulis dalam bentuk memoar. Potongan2 kisah keseharian Ikal, Arai, dan Jimbron dituturkan dalam bab-bab yang tidak terlalu panjang.

Siapa itu Arai, dan siapa itu Jimbron diungkap pelan-pelan lewat bab demi bab. Arai dan Jimbron sama sekali belum dimunculkan dalam buku pertama Laskar Pelangi. Mereka adalah tokoh baru dengan kisah baru. Dan sepuluh orang anggota Laskar Pelangi yang menjadi tokoh di buku pertama, sama sekali tidak disentuh lagi di buku ini kecuali dalam satu-dua kalimat. Sebaliknya Arai dan Jimbron juga tidak pernah disebut dalam buku pertama, padahal Ikal juga telah mengenal mereka sejak SD, masa2 ia berteman akrab dengan Laskar Pelangi.

Jadi tampaknya pembagian kepingan tetralogi ini bukanlah berdasarkan pembagian masa, tapi berdasarkan kelompok teman yang mewarnai kehidupan Ikal. Laskar Pelangi berkisah tentang kelompok Laskar Pelangi dari kecil hingga dewasa, dan Sang Pemimpi berkisah tentang kelompok Para Pemimpi juga dari kecil hingga dewasa.

Sempat aku bertanya-tanya, kenapa kisah saat Ikal kuliah dilompati begitu saja. Tiba-tiba saja lima tahuh kemudian ia lulus. Namun ternyata itu bisa dijawab oleh teoriku tentang pembagian tetralogi ini. Karena pada masa kuliah itu, tokoh2 yang menjadi teman Ikal bukan lagi Arai dan Jimbron, para pemimpi. Kita lihat saja apakah nanti buku ketiganya "Edensor" akan berkisah tentang teman2 kuliah Ikal?

Tapi kemudian muncul lagi pertanyaan iseng lain. Arai dan Jimbron dulu SD nya dimana ya? Apakah Laskar Pelangi dan Para Pemimpi ini tidak saling mengenal? Begitu strict-nyakah pembagian tetralogi ini sampai2 tokoh di Laskar Pelangi tidak boleh muncul di Sang Pemimpi, begitu juga sebaliknya?

Membumi dan Tidak Narsis ;)

Terus terang, dalam reviewku terdahulu atas buku pertama Laskar Pelangi tidak terlalu banyak bintang yang rela aku cantumkan. Terutama karena banyak hal yang terasa hiperbolis dan tidak logis (halah, ber-rima :P) untuk cerita tentang sekelompok anak SD.

Dan di buku kedua ini, Andrea cukup berhasil menampilkan kisah2nya secara menawan. Tidak ada lagi yang hiperbolis dan tidak logis. Semua kisahnya membumi. Tulisan beraroma ilmiah tidak lagi dihambur2kan di semua tempat, tapi ia tempatkan hanya pada bagian yang sesuai. Ia sukses menekan ego-nya untuk tidak meluapkan segala hal yang diketahuinya dalam buku ini. Sebagaimana ia tulis dalam Ucapan Terima Kasih-nya, "... membebaskan diriku dari keakuan, agar aku tidak menjadi narsis.." :)

Tapi ada satu kalimat yang membuat aku bertanya-tanya. Di halaman 191, saat Arai ingin belajar menaklukkan wanita pada Bang Zaitun, ada sebuah tulisan yang tampaknya berisi curahan hati penulis: "Di mana-mana, kelompok profesi yang paling ramah adalah musisi, yang paling bebal adalah politisi, dan yang paling menyebalkan adalah penerbit buku". Nah lo! ada pengalaman apakah antara Andrea Hirata dengan penerbit buku? ;)

Mari Bermimpi

Sesuai dengan judulnya, buku ini berkisah tentang sekelompok anak-anak yang berani bermimpi dan bertekad menggapainya. Kehidupan yang berat dan sangat membatasi langkah mereka tidak membuat mereka kehilangan semangat. Mimpi itulah yang selalu meniupkan bara optimisme untuk terus berharap dan berbuat.

Ada satu waktu, ketika Ikal kehilangan harapan. Saat ia menjadi pragmatis bahwa masa depannya hanyalah akan seperti orang2 dewasa yang ada disekelilingnya. Saat itulah ia kehilangan mimpinya dan tidak lagi bersemangat melakukan apapun. Tapi untunglah teman2nya adalah pemimpi yang konsisten, sehingga Ikal pun bisa melambungkan mimpinya kembali. "Kita tak'kan pernah mendahului nasib!"

Pesan moral yang sangat kuat itulah yang aku tangkap dalam buku ini (bukan, ini bukan tentang pesan moral bernomor itu :P). Jangan berhenti bermimpi, dan terus berusahalah menggapainya. Agar hidup tetap terasa berharga untuk diperjuangkan.

Membaca kisah ini, bagaimana Ikal, Arai, dan Jimbron dalam kehidupan yang sebenarnya begitu berat dan menyengsarakan, tapi mereka masih bisa tetap optimis, memperjuangkan hidupnya demi mimpinya, membuat aku merenung... "betapa manjanya diriku..." :(


Ini ngopy dari tulisan org dr qyublogspot, tp aku jg dah baca berkali kali bukunya

0 komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
Di antara tanda matinya hati adalah tidak adanya perasaan sedih atas kesempatan beramal yang engkau lewatkan dan tidak adanya rasa penyesalan atas kesalahan yang engkau lakukan

CHAT BOX

Pengikut